Kamis, 05 Juni 2014

UJIAN SMESTER KAJIAN FISIKA (RPP BESARAN DAN SATUAN)



Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Satuan Pendidikan          :
Mata pelajaran                 : IPA
Kelas/semester                                : VII/II

A.KOMPETENSI INTI
1.Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2.Menghargai dan menghayati perilaku jujur,disiplin,tanggung jawab,peduli (toleransi,gotong royong),santun,percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dalam lingkungan social dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3.Memahami pengetahuan (factual,konseptual dan procedural) berdasarkan rasa ingin tahunya terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi ,seni budaya terkait kejadian fenomena yang tampak mata
B.KOMPETENSI DASAR
1.1.Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi,kehidupan dalam ekosistem dan peranan manusia dalam lingkungan serta mewujudkannya  dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya
2.1.Menunjukkan perilaku ilmiah(memiliki rasa ingin tahu;objektif;jujur;teliti;cermat;tekun;hati-hati;bertanggung jawab;terbuka;kritis;kreatif;inovatif dan peduli lingkungan ) dalam aktifitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan pengamatan,percobaan dan berdiskusi.
2.2.Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktifitas sehari-hari  sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan
3.1.Memahami konsep pengukuran besaran yang ada pada diri,makhluk hidup,dan lingkungan fisik sekitar sebagai bagian dari hasil observasi,serta pentingnya perumusan satuan terstandard(baku) dalam pengukuran
C.INDIKATOR
1.Mampu menjelaskan pengertian dari besaran
2.Memahami pembagian dari besaran
3.Mampu menjelaskan dan memberikan contoh tentang besaran pokok dan besaran turunan

D.TUJUAN PEMBELAJARAN
1.Siswa mampu menjelaskan pengertian dari besaran
2.Siswa mampu menjelaskan pembagian dari besaran
3.Siswa mampu menjelaskan dan memberikan contoh tentang besaran pokok dan besaran turunan
E.ALOKASI WAKTU
1 Jam pelajaran
F.METODE PEMBELAJARAN
1.Scientific approach
G.MATERI
1.Pengertian besaran
Besaran adalah sesuatu yang dapat diukur dan hasil ukurannya dapat dinyatakan dengan angka
2.Pembagian besaran
Besaran terbagi atas 2:
a.Besaran pokok
b.Besaran turunan’
3.Pengertian besaran pokok dan turunan serta variannya
a.Besaran pokok adalah besaran utama
terdiri atas:
#Panjang(km,hm,dam,m,dm,cm,mm)
#Massa(kg,hg dag,g,dg,cg,mg)
#Waktu(Jam,menit,detik)
#Kuat arus (ampere)
#Suhu(Kelvin)
#Intensitas cahaya(candela)
#Jumlah Zat (mole)

b.besaran turuanan adalah besaran yang diturunkan dari dua atau lebih besaran pokok
besaran turunan  terdiri atas :
#Luas(m2)
#Volume(m3)
#Percepatan(2)
#Massa Jenis (kg/m3)
H.LANGKAH LANGKAH PEMBELAJARAN
Kegiatan awal



HALYANG INGIN DIKEMBANGKAN


NO
KEGIATAN BELAJAR
ALOKASI WAKTU
ASPEK KOGNITIF
ASPEK PSIKOMOTOR
ASPEK AFEKTIF
1
APERSEPSI




2
MOTIVASI




KEGIATAN INTI
1
Mengamati /mengumpulkan data tentang besaran




2
Menanya dan mengolah




3
Menduga,menalar dan menyimpulkan tentang besaran




4
Menyajikan mempertahankan dan konfirmasi





KEGIATAN AKHIR
1
Refleksi




2
Tugas diluar tatap muka





a.Tugas terstruktur





b.tugas mandiri




I.ALAT /SUMBER BELAJAR
1.BUKU PANDUAN YANG RELEVAN
2.MEDIA ELEKTRONIKA DAN TELEKOMUNIKASI
J.PENILAIAN
LEMBAR KERJA
PORTOFOLIO


Kepala sekolah                                                                                  Guru mata pelajaran

                                                                                Prof.Dr.Megariza.Marescha.Lady.Runtuwene,Mpd

Rabu, 04 Juni 2014

OSILATOR (ELKA II)

Osilator

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Osilator adalah suatu rangkaian yang menghasilkan keluaran yang amplitudonya berubah-ubah secara periodik dengan waktu. Keluarannya bisa berupa gelombang sinusoida, gelombang persegi, gelombang pulsa, gelombang segitiga atau gelombang gigi gergaji.

Teori rangkaian

Osilator bisa dibangun dengan menggunakan beberapa teknik dasar, yaitu:
  1. Menggunakan komponen-komponen yang memperlihatkan karakteristik resistansi negatif, dan lazimnya menggunakan diode terobosan dan UJT
  2. Menggunakan umpanbalik positif pada penguat. Umpanbalik positif menguatkan desah internal yang terdapat pada penguat. Jika keluaran penguat sefasa dengan masukkannya, osilasi akan terjadi.

Topologi kalang osilator sinus

Banyak rangkaian yang dapat dipakai untuk membangkitkan gelombang sinus. Dan yang paling populer adalah Osilator Clapp,Osilator Colpitt,Osilator kristal, dan jembatan Wien. Setiap tipe mempunyai keuntungan khusus dan daerah penerapan masing-masing. Jembatan Wien banyak dipakai dalam osilator frekuensi audio terutama karena kemantapan frekuensinya yang baik dan relatif mudah dibuat.

Persyaratan osilator sinus

Persyaratan utama bagi osilator sinus adalah,
  1. Frekuensi spesifik yang dapat dicapai
  2. Amplitudo keluaran
  3. Kemantapan frekuensi
  4. Kemurnian keluaran, yaitu perbandingan banyaknya cacat harmonik dalam bentuk gelombang keluaran.
Amplitudo yang benar dan cacat yang sedikit dapat diperoleh dengan mengendalikan penguatan penguat sedemikian rupa sehingga tepat cukup untuk mengganti kerugian-kerugian dalam kalang penentu frekuensi. Dalam beberapa penerapan, kemantapan frekuensi menjadi prioritas. Perubahan-perubahan dalam frekuensi keluaran dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk jangka panjang, hanyutan harga komponen dan parameter karena penuaan menjadi sebab utama. Perubahan jangka pendek dara disebabkan oleh:
  1. Variasi beban, hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan penguat penyangga pada keluaran.
  2. Pencatu daya, perubahan-perubahan dalam tegangan pencatu daya akan mengubah parameter-parameter dalam kalang, pencatu daya dimantapkan menyelesaikan masalah ini.
  3. Perubahan harga komponen karena suhu, hal ini terutama memengaruhi komponen penentu frekuensi. Semua komponen pasif berubah harganya karena suhu

SEKILAS TENTANG KURIKULUM 2013 YG MULAI BERLAKU 14 JULI

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Pada materi diklat Implementasi Kurikulum 2013 ini, peserta diklat diarahkan untuk lebih mengenal dan mengimplementasikan substansi yang terdapat di dalam kurikulum tahun 2013 sebagai kurikulum pendidikan terbaru saat ini. Ada 5 sub materi yang diberikan untuk menjelaskan hal tersebut, yaitu : 1. Rasional Kurikulum 2013, 2. Elemen Perubahan Kurikulum 2013, 3. Konsep Pendekatan Scientific, 4. Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar, 5. Penilaian Autentik dalam Matematika.
Sub materi I (Rasional Kurikulum 2013) menjelaskan tentang latar belakang diperlukannya Kurikulum 2013, diantaranya adalah untuk menjawab tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 Standar Nasional Pendidikan, tantangan internal terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif, tantangan eksternal (kompetensi masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, dan fenomena negatif yang mengemuka). Oleh karena itu, seiring dengan tujuan pendidikan nasional dan kurikulum sebelumnya (KBK 2004 dan KTSP 2006) maka pengembangan kurikulum 2013 secara sistematis diarahkan untuk : a. Penataan pola pikir dan tata kelola, b. Pendalaman dan perluasan materi, c. Penguatan proses, d. Penyesuaian beban. Kemudian dijelaskan pula secara teknis tentang pola pikir perumusan kurikulum, langkah penguatan proses, dan penyesuaian beban guru dan murid dengan harapan dapat meraih keseimbangan antara sikap, keterampilan dan pengetahuan untuk membangun soft skills dan
hard skills
.
Sub materi II (Elemen Perubahan Kurikulum 2013) menjelaskan tentang kedudukan dan ruang lingkup Elemen Perubahan di antara Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Isi, dan Standar Penilaian.Parameter elemen perubahan tersebut terdiri dari : a. Kompetensi Lulusan (adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan), b. Kedudukan mata pelajaran (ISI) (Kompetensi yang semula diturunkan dari matapelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi), c. Pendekatan (ISI) (Potensi yang dikembangkan melalui tematik atau mata pelajaran, disesuaikan dengan jenjang pendidikan), d. Struktur Kurikulum (Mata pelajaran dan alokasi waktu)(ISI), e. Proses Pembelajaran, f. Penilaian hasil belajar , g. Ekstrakurikuler. Selanjutnya, dijelaskan pula pembahasan tentang perbedaaan esensial kurikulum 2013 dengan kurikulum lama (KTSP 2006), perubahan untuk semua mata pelajaran (IPS, IPA, Matematika, Bahasa Indonesia/ Inggris) dan proses yang mendukung kreativitas.
Sub materi III (Konsep Pendekatan Scientific) menjelaskan tentang Kriteria Konsep Pendekatan Scientific, dan langkah-langkah pembelajaran yang perlu ditempuh. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
Sub materi IV (Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil Belajar) menjelaskan bahwa Penilaian Autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Hal-hal yang dibahas selanjutnya adalah : a. Penilaian autentik dan tuntutan kurikulum 2013, b.Penilaian autentik dan pembelajaran autentik, c. Jenis-jenis penilaian autentik (penilaian kinerja, proyek, portofolio, dan tertulis).
Sub materi V (Penilaian Autentik dalam Matematika) menjelaskan tentang : a. konsep penilaian untuk peningkatan kualitas belajar, b. perbedaan antara penilaian autentik dan penilaian tradisional, c. teknik dan instrument penilaian autentik, d. aspek penilaian autentik matematika (pemahaman konsep matematika, keterampilan matematika, pemecahan masalah, dan sikap matematis), e. teknik penilaian autentik melalui pengamatan langsung, tanya jawab, tugas, tes, portofolio, dan teknik kombinasi untuk mendapatkan gambaran faktual.
Demikian ringkasan materi diklat ”Implementasi kurikulum 2013” yang sangat informatif untuk memperluas wawasan peserta diklat walaupun sepertinya masih banyak permasalahan dan pertanyaan teknis lainnya yang bisa dibahas dan dikembangkan lebih dalam serta menarik untuk didiskusikan.

positivisme FILSAFAT

A.    Positivisme
Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah perangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Tradisi pengungkapan ilmu ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara sistematis dimulai sejak abad ke-17, ketika Descartes (1596-1650) dan para penerusnya mengembangkan cara pandang positivisme, yang memperoleh sukses besar sebagiamana terlihat pengaruhnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Paradigma ilmu pada dasarnya berisi jawaban atas pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni bagaimana, apa, dan untuk apa. Tiga pertanyaan dasar itu kemudian dirumuskan menjadi beberapa dimensi.
a.    Dimensi ontologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan adalah: Apa sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui (knowable), atau apa sebenarnya hakikat dari suatu realitas (reality). Dengan demikian dimensi yang dipertanyakan adalah hal yang nyata (what is nature of reality?).

b.    Dimensi epistemologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan adalah: Apa sebenarnya hakikat hubungan antara pencari ilmu (inquirer) dan objek yang ditemukan (know atau knowable)?
c.    Dimensi axiologis, yang dipermasalahkan adalah peran nilai-nilai dalam suatu kegiatan penelitian.
d.   Dimensi retorik yang dipermasalahkan adalah bahasa yang digunakan dalam penelitian.
e.    Dimensi metodologis, seorang ilmuwan harus menjawab pertanyaan: bagaimana cara atau metodologi yang dipakai seseorang dalam menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan? Jawaban terhadap kelima dimensi pertanyaan ini, akan menemukan posisi paradigma ilmu untuk menentukan paradigma apa yang akan dikembangkan seseorang dalam kegiatan keilmuan.
Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Upaya penelitian, dalam hal ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan.
Positivisme muncul pada abad ke-19 dimotori oleh sosiolog Auguste Comte, dengan buah karyanya yang terdiri dari enam jilid dengan judul The Course of Positive Philosophy (1830-1842).
Menurut Emile Durkheim (1982:59) objek studi sosiologi adalah fakta sosial (social-fact): Fakta sosial yang dimaksud meliputi: bahasa, sistem hukum, sistem politik, pendidikan, dan lain-lain. Sekalipun fakta sosial berasal dari luar kesadaran individu, tetapi dalam penelitian positivisme, informasi kebenaran itu ditanyakan oleh penelitian kepada individu yang dijadikan responden penelitian. Untuk mencapai kebenaran ini, maka seorang pencari kebenaran (penelitian) harus menanyakan langsung kepada objek yang diteliti, dan objek dapat memberikan jawaban langsung kepada penelitian yang bersangkutan. Hubungan epistemologi ini, harus menempatkan si peneliti di belakang layar untuk mengobservasi hakekat realitas apa adanya untuk menjaga objektifitas temuan. Karena itu secara metodologis, seorang penelitian menggunakan metodologi eksperimen-empirik untuk menjamin agar temuan yang diperoleh betul-betul objektif dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Mereka mencari ketepatan yang tinggi, pengukuran yang akurat dan penelitian objektif, juga mereka menguji hipotesis dengan jalan melakukan analisis terhadap bilangan-bilangan yang berasal dari pengukuran.
Di bawah naungan payung positivisme, ditetapkan bahwa objek ilmu pengetahuan maupun pernyataan-pernyataan ilmu pengetahuan (Scientific Proporsition) haruslah memenuhi syarat-syarat (Kerlinger, 1973) sebagai berikut: dapat di/ter-amati (observable), dapat di/ter-ulang (repeatable), dapat di/ter-ukur (measurable), dapat di/ter-uji (testable), dan dapat di/ter-ramalkan (predictable).[1]
Paradigma positivisme telah menjadi pegangan para ilmuwan untuk mengungkapkan kebenaran realitas. Kebenaran yang dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah teori korespondensi. Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pernyataan dianggap benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan tersebut bersesuaian (korespodensi) dengan obyek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.[2]
Setelah positivisme ini berjasa dalam waktu yang cukup lama (± 400 tahun), kemudian berkembang sejumlah ‘aliran’ paradigma baru yang menjadi landasan pengembangan ilmu dalam berbagai bidang kehidupan.
B.     Postpositivisme
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Secara ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.
Secara epistemologis, hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, seperti yang diusulkan oleh aliran positivisme. Aliran ini menyatakan suatu hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang postpositivisme empat pertanyaan dasar berikut, akan memberikan gambaran tentang posisi aliran ini dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan.
Pertama, Bagaimana sebenarnya posisi postpositivisme di antara paradigma-paradigma ilmu yang lain? Apakah ini merupakan bentuk lain dari positivisme yang posisinya lebih lemah? Atau karena aliran ini datang setelah positivisme sehingga dinamakan postpositivisme? Harus diakui bahwa aliran ini bukan suatu filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektifitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Kedua, Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang sudah sangat tua dan usang? Dugaan ini tidak seluruhnya benar. Pandangan awal aliran positivisme (old-positivism) adalah anti realis, yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan postpositivisme.
Ketiga, banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme. Bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan (multiple realities) dan setiap masyarakat membentuk realitas mereka sendiri? Pandangan ini tidak benar karena relativisme tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari dalam dunia ilmu. Yang pasti postpositivisme mengakui bahwa paradigma hanyalah berfungsi sebagai lensa bukan sebagai kacamata. Selanjutnya, relativisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar, sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Postpositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
Keempat, karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak bisa diterima. Objektivitas merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua penyelidikan. Jika kita menolak prinsip ini, maka tidak ada yang namanya penyelidikan. Yang ingin ditekankan di sini bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.[3]

COVID-19 SUDAH DI RENCANAKAN? TERBUKTI DENGAN KEHADIRAN ORANG2 TANPA IDENTITAS TAHUN 2018?

 Saya sudah mengangkat kehadiran orang2 tanpa identitas yang masuk ke rumah kami secara misterius mengaku datang dari 3 daerah beda, ayah ib...