Minggu, 15 September 2019

ANTARA KENYATAAN DAN FATAMORGANA

Antara Kenyataan dan Fatamorgana
Kutertegun diantara khayalan dan kenyataan
Impian seolah menembus asa
Menembus tanpa batas, berlari tanpa arah, menjerit tanpa degungan
Ketika cinta hadir air dunia serasa air nirwana
Membasahi sebening embun
Kini cinta itu telah bersemi
Kini cinta itu telah hadir
Kini cinta itu telah terukir
Kini cinta itu telah memberikan pilihan
Kenyataankah ataukah Fatamorgana ?
Aku berlari menembus malam, melihat riuh mimpiku
Dekat ku genggam tak terlepaskan
Jauh ku rangkul dalam khayal dan doa
Seolah tak ingin kehilangan
Seolah bisa bahagia
Andai bisa kumemilih, aku lebih ingin mencintai tanpa harus memilih
Realita ini tak terelakkan
Fatamorgana cinta, oh fatamorgana
Aku ingin berlari sejauh mungkin
Ke dunia nyata yang takkan pernah membuatku menjatuhkan pilihan

Aku mencintai kenyataan dan fatamorgana cinta...

Manado, 11 September 2019
Karya : Megariza. Runtuwene

(Puisi ini di ikutsertakan dalam Lomba menulis Puisi dan Cerpen Anlitera tahun 2019).

NYANYIAN PERI HIJAU

Desir angin berbisik lembut...
seolah memainkan sejuta melodi indah...
Bergerak menusuk hati sanubari...
Tampaklah kulihat kini peri hijau mulai bernyanyi...

Mengiang diantara asa dan di batas khayal...
Kini, nyanyian peri hijau nan merdu mendadak serak...
Serak karena ulah manusia yang serakah...
Memababat habis jendela bumi, tanpa sisa dan tanpa ampun...

Peri hijau serak dan parau, tangisannya melibas bumi...
Bencana kian dekat
Wahai manusia, buatlah peri hijau tersenyum
Lakukan reboisasi dan stop penebangan liar!

Stop pembakaran hutan di kala musim kemarau !
Buatlah sang peri tersenyum...
Peri hijauku, peri hijaumu, peri hijau kita semua, tersenyumlah selalu...
Bernyanyilah dengan merdu, kami manusia penikmat keteduhan.

Airmadidi, 12 September 2019
Karya : Megariza Marescha Lady Runtuwene

(Puisi ini di ikutsertakan dalam Lomba Cipta Puisi Nasional tema HUTAN yang diadakan oleh penerbit SAIO).

SELAMAT JALAN PAK HABIBIE

Di batas sukma, di ambang asa...
Tertaklukkan dunia...
Dibatas waktu, di dinginnya kalbu...
Meratapi pintu baka...
Goresan pena indah, sejarah emas, prestasi mendunia...
Sosok bapak bangsa yang cinta keluarga dan bangsa...
Relung hati ini tak mampu berkata...
Tak terelakkan kata yang Kuasa...
Kini bibir membisu, tulisan menggoreskan,
Selamat jalan pak Habibie.


Airmadidi, 9 September 2019
Karya Megariza. Runtuwene
Puisi tahap 1

(Puisi ini di ikutsertakan dalam Lomba Cipta Puisi Nasional, Online Contest Organizer, kategori pusi singkat, untuk tahap 1 perlombaan).

IBU, I LOVE 3k

Mata sipit, bahu kuat, itulah pahlawanku...
Memarahiku jika ku salah, mengajariku semua hal di dunia...
Melakukan segalanya untuk memudahkanku...
Nyaman rasanya dunia dengan kehadiranmu...

Kasihmu tulus tak berujung, cintamu sejati tak lekang waktu...
Engkau berjuang dalam hidupmu untuk menghidupiku...
Hingga renta umurmu, hingga dewasa usiaku...
Kini aku bertanya pada diriku sendiri, apa yang bisa kuberikan untukmu ?

Kini aku berjuang...
Aku berjuang untuk menjadi seorang yang bisa mencerahkan hari tuamu...
Aku berjuang untuk menjadi seorang yang bisa membuatmu melihat dunia...
Aku berjuang melawan ketidaksempurnaanku, untuk menyempurnakan hari tuamu...

Ibu, engkaulah pahlawanku
Ibu, Engkaulah superheroku
Ibu, Engkaulah Wonder Womanku
Ibu, I Love You 3k


(Puisi ini di ikutsertakan dalam LOMBA CIPTA PUISI NASIONAL ANTOLOGI KATA tahun 2019, bertemakan ibu).

Karya : Megariza. Marescha. Lady. Runtuwene

Kamis, 12 September 2019

KOTA TINUTUAN, SATU DALAM HARMONI NKRI.

Megariza Marescha Lady Runtuwene

Gbr : Indahnya keberagaman di kota Manado, para tokoh lintas Agama sedang bergandengan tangan dalam festival keragaman

Hallo sobat pembaca :) apa kabar hari ini ? Semoga selalu bahagia, sejahtera, sukses dan diberkati. Terima kasih kepada penggagas dan panitia Kompetisi Nasional Media, yang sudah menggagas kegiatan yang sangat spektakuler ini. Spektakulernya, karena kami, para konstestan, memperebutkan piala dari pak Jokowi (our beloved president) dan sekaligus bisa membuat karya berupa artikel opini. FYI, selain terbit di blog ini (https://megarizaruntuwene.blogspot.com/), artikel ini juga terbit via online, di harian Tribun Manado (https://manado.tribunnews.com/2019/09/14/kota-tinutuan-satu-dalam-harmoni-nkri). Karena itu, pada kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada harian Tribun Manado, especially ka Fine Wolajan, yang sudah mempersilahkan artikel opini ini terbit via online, di harian Tribun Manado, semoga artikel ini bisa bermanfaat positif, untuk semua pembaca.

Tema yang saya pilih adalah PERSATUAN DAN KERUKUNAN BANGSA. Awalnya saya bingung, harus mengangkat soal apa, tapi akhirnya, saya terinspirasi untuk mengangkat tentang KOTA TINUTUAN, SATU DALAM HARMONI NKRI.
Saya bangga, menyebut diri saya, sebagai orang Indonesia yang lahir dan besar di kota Manado, kota Tinutuan. Kota yang pada tahun 2017 lalu, meraih predikat sebagai kota paling Toleran di Indonesia, versi Setara Institute dan tahun 2018, Kota Manado disinyalir, menduduki peringkat ke-4 sebagai kota yang bertoleransi  tinggi di NKRI ini, yang di publish di harian Tribun Pontianak pada Jumat, 07 Desember 2018. Tingginya Toleransi  warga Kawanua (julukan untuk penduduk Manado), membuat pemandangan keseharian Manado, menjadi kota yang damai, penuh persatuan dan kerukunan.

Orang Manado, ketika membaca atau mendengar kata ''Tinutuan'' pasti akan senyum-senyum sendiri, entah karena sudah sangat kenal apa itu Tinutuan, atau sedang tersenyum karena megingat rasanya yang membuat lidah gagal move on. Tinutuan sendiri merupakan nama lain dari Bubur Manado, dimana Tinutuan ini terdiri atas aneka varian campuran sayuran hijau, seperti sayur kangkung, sayur gedi, sayur bayam, kemudian dicampur singkong rebus, dicampur jagung, diberikan mie sedikit dan bubur sedikit, kemudian dimasak bersama dan biasanya dimakan bersama dabu-dabu (sambal khas Manado).Tinutuan, terdiri atas aneka campuran, tapi justru menjadi sangat lezat dan menjadi makanan legenda di Manado, selain sambal (rica) roa dan cakalang fufu. Mengapa saya tertarik untuk mengangkat pembahasan tentang Tinutuan? karena tinutuan layak disebut sebagai miniatur  Manado dan Indonesia, mengapa tinutuan sangat layak dinobatkan sebagai miniatur Manado dan Indonesia? jawabannya cukup simple, karena walaupun terdiri atas berbagai macam campuran, tapi Tinutuan tetap dapat memberikan rasa yang nikmat dan tampilan yang indah. Begitupun dengan Kota Manado, yang  menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Manado tahun 2018, tercatat jumlah penduduk kota Manado mencapai angka 527.007 jiwa, terdiri atas 266.265 penduduk laki-laki dan 260.742 penduduk perempuan. Dengan keberagaman Agama, menurut data yang dikeluarkan kantor wilayah kementerian Agama provinsi Sulawesi Utara, pada tahun 2015 silam, pemeluk Agama Islam di Manado sebanyak 37.78%, Kristen (Protestan) sebanyak 54.31%, Katolik sebanyak 6.91%, Hindu sebanyak 0.43%, Budha sebanyak 0.42% dan Konghucu sebanyak 0.15%. Dengan keberagaman suku, Manado menjadi cukup sensasional, karena hampir semua suku di Indonesia, terkumpul di Manado. Adapun mayoritas penduduk Manado saat ini adalah suku Minahasa, yang merupakan suku asli Manado. Karena budaya warga Manado yang sangat toleran, maka para pendatangpun menetap dengan nyaman di kota Manado. Kemudian suku-suku lain yang turut membaur sebagai satu Kawanua adalah suku Bantik, suku Sangir, suku Gorontalo, suku Mangondow, suku Arab, suku Babontehu, suku Talaud, suku Tionghoa, suku Siau, kaum Borgo, suku Jawa, suku Batak, suku Makassar, suku Minangkabau, suku Toraja, suku Aceh dan lainnya yang belum sempat diuliskan. Jika bermacam-macam suku telah bersatu dikota Manado, artinya bermacam-macam budaya juga telah melebur bersama di kota Manado. Bahkan masing-masing suku memiliki bahasa daerahnya, tapi semua suku tetap paham satu bahasa yang digunakan semua warga kawanua, satu bahasa yang 'beken' dan kawanua menyebutnya dengan bahasa pasar, selain bahasa pasar ada juga satu bahasa yang wajib dan sakral di Manado, tentunya bahasa Indonesia.

Selain pesona keberagaman Agama, Suku, Budaya dan Bahasa daerah, Manado juga memiliki pesona alam yang bak nirwana, diberkati dengan alam yang indah, salah satu keindahan Manado yang sudah mendunia adalah pesona bawah lautnya, yaitu Destinasi wisata Bunaken Sea Park. Selain Bunaken ada begitu banyak destinasi-destinasi wisata yang tidak kalah indahnya, seperti Rumah Alam Manado Adventure Park, Air Terjun Kima Atas, Pulau Lihaga, Taman Laut Tumbak, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pantai pasir putih Pulisan yang lengkap dengan fasilitas alami bukit savana yang menyodorkan rumput hijau nan asri. Selain itu, ada juga destinasi wisata yang menjadi simbol perdamaian dan kerukunan antar umat beragama, destinasi wisata ini terletak 50 Km sebelah Selatan Manado, di tempat wisata ini orang-orang dari berbagai Agama datang berkumpul dan berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing, nama destinasi wisata ini adalah Bukit Kasih Kanonang. Di pintu masuk Bukit Kasih ini terdapat sebuah tugu Toleransi setinggi 22 Meter dan di dalam tugu tersebut terdapat kutipan simbol dari masing-masing Agama yang dianut masyarakat Manado.

Manado menjelma persis seperti Tinutuan, dengan segala keberagamannya yang meliputi keberagaman Agama, suku, budaya, bahasa daerah, bahkan aneka varian destinasi wisata tapi masyarakatnya tetap hidup damai dalam satu harmoni, penuh persatuan dan kerukunan. 

Budaya hidup damai, dalam satu harmoni, masyarakat Manado, dipengaruhi oleh filosofi sang Legenda Manado, sekaligus Pahlawan Nasional Indonesia, Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan nama Dr. Sam Ratulangi, dimana beliau mencetuskan tentang 'Si Tou Timou Tumou Tou' yang artinya Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain. Jadi, manusia tidak hidup untuk diri sendiri, melainkan untuk berbuat bagi sesama, lingkungan sekitar, bangsa dan negara. Filosofi tersebut yang telah membentuk budaya para Kawanua (julukan untuk orang Manado), untuk saling tolong menolong, gotong royong, saling menjaga, saling mengisi. Hanya di kota Manado saja, anda bisa minta bahan-bahan masak seperti (bawang, rica, tomat) kepada tetangga, hanya di kota Manado, anda bisa makan sepuasnya di rumah orang lain, karena orang Manado sangat hobby membuat pesta perayaan (acara), karena itu, jika anda tinggal di Manado, anda tidak akan kelaparan, karena hampir setiap hari ada acara makan-makan. 

Selain itu, ketika ISU SARA nan provokatif kerap dimainkan di kancah perpolitikan nasional, untuk memecah belah umat beragama, masyarakat Manado terbukti tidak mudah terprovokasi. Seperti saat kedatangan Habib Bahar di tanah Toar Lumimuut dalam rangka menghadiri Haul Akbar ke-7 ayahandanya, Al Habib Ali bin Abdurrahman bin Smith pada 15 Oktober 2018 lalu, yang digelar di Masjid Habib Alwi bin Smith, kelurahan Karame, kota Manado. Ada pihak-pihak yang memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan tindakan provokatif, tapi terbukti masyarakat Manado tidak mudah diprovokasi, karena faktanya Habib Bahar menyelesaikan agendanya di Manado dengan lancar. Selain itu, hanya di Manado, anda akan temukan, ketika hari raya umat Kristiani, umat Muslim menjaga dan mengamankan Gereja. Seperti yang terjadi, saat Malam Natal, 24 Desember 2013 Silam, di Gereja Katedral Manado, saat itu, ribuan umat Katolik sedang melakukan Misa Vigili Natal, sementara dibagian luar Gereja, berjaga aparat Kepolisian, dibantu Organisasi Pemuda Muslim yang turut mengamankan misa Vigili Natal. Sebaliknya, ketika hari raya umat Muslim, giliran umat Kristiani yang turun menjaga dan mengamankan Masjid. Seperti yang dilansir dari viva.co.id, edisi 5 Juni 2019, saat umat muslim shalat Idul Fitri 1440 Hijriah, di Masjid Agung Awwal Fathul Mibien, Kelurahan Islam, Manado, di luar Masjid, kaum Kristiani dari 2 Ormas beda Gereja, sedang berjaga, yaitu Ormas Panji Yosua dari GMIM (Kristen Protestan) dan Legium Christum (LC) dari Katolik. Tidak hanya sampai disitu, semua hari besar/hari raya lintas Agama di Kota Manado, pasti menjadi ramai, tak perduli Agama apapun yang berhari raya, semua masyarakat turut memeriahkan perayaan. Karena itu, tidak heran, jika malam Takbiran, dijalan-jalan pusat kota Manado begitu ramai, bukan hanya umat muslim yang Takbiran tapi umat Kristiani pun ikut Takbiran. Ketika hari raya Imlek, jalan dan pusat pertokoan diramaikan dengan Barongsai dan masyarakat Manado lintas Agama, lintas Suku, lintas Etnis, lintas Budaya menikmati sajian tersebut dengan gembira. Disini terlihat jelas, ketika ada isu-isu perpecahan, masyarakat Manado justru makin memperkuat silaturahmi persaudaraan demi terciptanya kerukunan selalu. 

Di Manado, kami tidak mengenal kata perbedaan Agama, perbedaan Suku, perbedaan Ras ataupun Golongan, di Manado ini kami hanya mengenal kata 'TORANG SAMUA BASUDARA' KARENA 'TORANG SAMUA CIPTAAN TUHAN'. Pemuka Agama kota Manado, sangat suka duduk bersama dalam satu harmoni, inilah yang diteladani masyarakat Manado dari para pemuka Agama. Karena budaya Toleransi tinggi, yang dianut masyarakat Manado, tidak heran, Manado menduduki peringkat ke-4 sebagai kota paling Toleran di Indonesia tahun 2018, setelah Singkawang, Salatiga, dan Pematang  Siantar. Penghargaan ini diberikan oleh Setara Institute dan dimuat dalam Liputan 6 edisi 08 Desember 2018, setelah pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2017, Manado menduduki posisi pucak sebagai kota paling Toleran di Indonesia, versi Setara Institute.

Saat ini, dibawah kepemimpinan walikota GSV Lumentut, perwajahan kota Manado di ubah menjadi 'Smart City' . Inilah kota Manado, kotanya para kawanua, kota yang terletak di ujung Jazirah Utara pulau Sulawesi, dengan luas wilayah daratan 15.726 Hektare dan garis pantai sepanjang 18,7 Kilometer. Kota yang perairannya pernah ditemukan spesies ikan purba Coelacanth dan kota yang terkenal dengan semboyan 3B : Bunaken, Bibir Manado dan Bubur Manado. Yah, bubur Manado, Kota Tinutuan, asal tali pusar semua kawanua dengan paras rupawan, semua tercampur baur disini, lintas Suku, lintas Agama, lintas Budaya, bahkan lintas Destinasi wisata, dan semua keanekaragaman yang mendamaikan itu, bersatu dalam indahnya kerukunan dan membentuk satu harmoni yang sangat indah, persis seperti Tinutuan.

Toleransi yang dilakukan Masyarakat Manado, merupakan wujud cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana NKRI adalah harga mati, persatuan dan kesatuan harus terus dirajut bersama, demi cita-cita bersama, untuk mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur dan hanya dengan menjaga persatuan dan kesatuanlah maka cita-cita luhur tersebut bisa segera diwujudkan. Inilah sepenggal kisah KOTA TINUTUAN, SATU DALAM HARMONI NKRI. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi semua pembaca. Dari Manado, Sulawesi Utara, salam Persatuan dan Kerukunan Bangsa.


Kompetisi Nasional Media (Piala Presiden RI) tahun 2019 kategori Artikel Opini Media Cetak/Siber (Individu). Tema Persatuan dan Kerukunan Bangsa.




COVID-19 SUDAH DI RENCANAKAN? TERBUKTI DENGAN KEHADIRAN ORANG2 TANPA IDENTITAS TAHUN 2018?

 Saya sudah mengangkat kehadiran orang2 tanpa identitas yang masuk ke rumah kami secara misterius mengaku datang dari 3 daerah beda, ayah ib...